
Surabaya dulunya merupakan gerbang
Kerajaan Majapahit, yakni di muara
Kali Mas. Bahkan hari jadi Kota Surabaya ditetapkan sebagai tanggal
31 Mei 1293. Hari itu sebenarnya merupakan hari kemenangan pasukan Majapahit yang dipimpin
Raden Wijaya terhadap pasukan
kerajaan Mongol utusan
Kubilai Khan. Pasukan Mongol yang datang dari laut digambarkan sebagai ikan SURO (ikan hiu/berani) dan pasukan Raden Wijaya yang datang dari darat digambarkan sebagai BOYO (buaya/bahaya), jadi secara harfiah diartikan berani menghadapi bahaya yang datang mengancam. Maka hari kemenangan itu diperingati sebagai hari jadi Surabaya.
Zaman Hindia-Belanda

Peta Surabaya dari buku panduan perjalanan dari Inggris tahun 1897.
Pada zaman
Hindia-Belanda, Surabaya berstatus sebagai ibu kota Karesidenan Surabaya, yang wilayahnya juga mencakup daerah yang kini wilayah Kabupaten
Gresik,
Sidoarjo,
Mojokerto, dan
Jombang. Pada tahun
1905, Surabaya mendapat status
Kotamadya (
Gemeente). Pada tahun
1926, Surabaya ditetapkan sebagai ibu kota provinsi Jawa Timur. Sejak itu Surabaya berkembang menjadi kota modern terbesar kedua di Hindia-Belanda setelah
Batavia.
Sebelum tahun
1900, pusat kota Surabaya hanya berkisar di sekitar
Jembatan Merah saja. Sampai tahun 1920-an, tumbuh pemukiman baru seperti daerah
Darmo,
Gubeng,
Sawahan, dan
Ketabang. Pada tahun
1917 dibangun fasilitas pelabuhan modern di Surabaya.
Tanggal
3 Februari 1942,
Jepang menjatuhkan bom di Surabaya. Pada bulan
Maret 1942, Jepang berhasil merebut Surabaya. Surabaya kemudian menjadi sasaran serangan udara Sekutu pada tanggal
17 Mei 1944.
Pertempuran mempertahankan Surabaya
Setelah
Perang Dunia II usai, pada
25 Oktober 1945, 6000 pasukan
Inggris-
India yaitu Brigade 49, Divisi 23 yang dipimpin Brigadir Jenderal
Aulbertin Walter Sothern Mallaby mendarat di Surabaya dengan perintah utama melucuti tentara
Jepang, tentara dan milisi Indonesia. Mereka juga bertugas mengurus bekas tawanan perang dan memulangkan tentara Jepang. Pasukan Jepang menyerahkan semua senjata mereka, tetapi milisi dan lebih dari 20000 pasukan Indonesia menolak.

Tentara Britania menembaki ‘
sniper‘ dalam pertempuran di Surabaya
27 Oktober 1945, jam 11.00 siang, pesawat Dakota AU Inggris dari Jakarta menjatuhkan selebaran di Surabaya yang memerintahkan semua tentara Indonesia dan milisi untuk menyerahkan senjata. Para pimpinan tentara dan milisi Indonesia marah waktu membaca selebaran ini dan menganggap Brigjen Mallaby tidak menepati perjanjian tanggal
26 Oktober 1945.
28 Oktober 1945, pasukan Indonesia dan milisi menggempur pasukan Inggris di Surabaya. Untuk menghindari kekalahan di Surabaya, Brigjen Mallaby meminta agar Presiden RI
Soekarno dan panglima pasukan Inggris Divisi 23, Mayor Jenderal
Douglas Cyril Hawthorn untuk pergi ke Surabaya dan mengusahakan perdamaian.
Pada siang hari,
30 Oktober 1945, dicapai persetujuan yang ditanda-tangani oleh Presiden RI Soekarno dan Panglima Divisi 23 Mayjen Hawthorn. Isi perjanjian tersebut adalah diadakan perhentian tembak menembak dan pasukan Inggris akan ditarik mundur dari Surabaya secepatnya. Mayjen Hawthorn dan ke 3 pimpinan RI meninggalkan Surabaya dan kembali ke Jakarta.
Pada sore hari,
30 Oktober 1945, Brigjen Mallaby berkeliling ke berbagai pos pasukan Inggris di Surabaya untuk memberitahukan soal persetujuan tersebut. Saat mendekati pos pasukan Inggris di gedung Internatio, dekat Jembatan merah, mobil Brigjen Mallaby dikepung oleh milisi yang sebelumnya telah mengepung gedung Internatio.
Karena mengira komandannya akan diserang oleh milisi, pasukan Inggris kompi D yang dipimpin Mayor Venu K. Gopal melepaskan tembakan ke atas untuk membubarkan para milisi. Para milisi mengira mereka diserang / ditembaki tentara Inggris dari dalam gedung Internatio dan balas menembak. Seorang perwira Inggris, Kapten R.C. Smith melemparkan granat ke arah milisi Indonesia, tetapi meleset dan malah jatuh tepat di mobil Brigjen Mallaby.
Granat meledak dan mobil terbakar. Akibatnya Brigjen Mallaby dan sopirnya tewas. Laporan awal yang diberikan pasukan Inggris di Surabaya ke markas besar pasukan Inggris di Jakarta menyebutkan Brigjen Mallaby tewas ditembak oleh milisi Indonesia.
Letjen Sir Philip Christison marah besar mendengar kabar kematian Brigjen Mallaby dan mengerahkan 24000 pasukan tambahan untuk menguasai Surabaya.
9 November 1945, Inggris menyebarkan ultimatum agar semua senjata tentara Indonesia dan milisi segera diserahkan ke tentara Inggris, tetapi ultimatum ini tidak diindahkan.
10 November 1945, Inggris mulai membom Surabaya dan perang sengit berlangsung terus menerus selama 10 hari. Dua pesawat Inggris ditembak jatuh pasukan RI dan salah seorang penumpang Brigadir Jendral Robert Guy Loder-Symonds terluka parah dan meninggal keesokan harinya.
20 November 1945, Inggris berhasil menguasai Surabaya dengan korban ribuan orang prajurit tewas. Lebih dari 20000 tentara Indonesia, milisi dan penduduk Surabaya tewas. Seluruh kota Surabaya hancur lebur.
Pertempuran ini merupakan salah satu pertempuran paling berdarah yang dialami pasukan Inggris pada dekade 1940an. Pertempuran ini menunjukkan kesungguhan Bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dan mengusir penjajah.
Karena sengitnya pertempuran dan besarnya korban jiwa, setelah pertempuran ini, jumlah pasukan Inggris di Indonesia mulai dikurangi secara bertahap dan digantikan oleh pasukan Belanda. Pertempuran tanggal
10 November 1945 tersebut hingga sekarang dikenang dan diperingati sebagai
Hari Pahlawan.
Geografi
Surabaya terletak di tepi pantai utara provinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan
Selat Madura di Utara dan Timur,
Kabupaten Sidoarjo di Selatan, serta
Kabupaten Gresikdi Barat. Surabaya berada pada dataran rendah,ketinggian antara 3 – 6 m di atas permukaan laut kecuali di bagian Selatan terdapat 2 bukit landai yaitu di daerah Lidah dan Gayungan ketinggiannya antara 25 – 50 m di atas permukaan laut dan di bagian barat sedikit bergelombang. Surabaya terdapat muara
Kali Mas, yakni satu dari dua pecahan
Sungai Brantas.

Ludruk Irama Budaya, salah satu grup kesenian
ludruk di Surabaya
Menurut
Sensus Penduduk Tahun 2010, Kota Surabaya memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.765.908 jiwa.
[2] Dengan wilayah seluas 333,063 km²,
[3] maka kepadatan penduduk Kota Surabaya adalah sebesar 8.304 jiwa per km².
Suku bangsa
Suku Jawa adalah suku bangsa mayoritas di Surabaya. Dibanding dengan masyarakat Jawa pada umumnya, Suku Jawa di Surabaya memiliki temperamen yang sedikit lebih
keras dan
egaliter. Salah satu penyebabnya adalah jauhnya Surabaya dari
kraton yang dipandang sebagai
pusat budaya Jawa.
Meskipun Jawa adalah suku mayoritas (83,68%), tetapi Surabaya juga menjadi tempat tinggal berbagai suku bangsa di Indonesia, termasuk
suku Madura (7,5%),
Tionghoa (7,25%),
Arab (2,04%), dan sisanya merupakan suku bangsa lain seperti
Bali,
Batak,
Bugis,
Manado,
Minangkabau[4],
Dayak,
Toraja, Ambon, dan
Aceh atau warga asing.
Sebagai pusat pendidikan, Surabaya juga menjadi tempat tinggal mahasiswa dari berbagai daerah dari seluruh Indonesia, bahkan di antara mereka juga membentuk wadah komunitas tersendiri. Sebagai pusat komersial regional, banyak warga asing (
ekspatriat) yang tinggal di daerah Surabaya, terutama di daerah Surabaya Barat.
Agama
Islam adalah agama mayoritas penduduk Surabaya. Surabaya merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam yang paling awal di tanah Jawa dan merupakan basis warga
Nahdatul Ulama yang beraliran moderat.
Masjid Ampel didirikan pada abad ke-15 oleh
Sunan Ampel, salah satu pioner
Walisongo.
Agama lain yang dianut sebagian warga adalah
Kristen Protestan,
Katolik,
Hindu,
Buddha, dan
Konghucu. Walaupun Islam merupakan mayoritas di Surabaya kerukunan umat beragama saling menghormati, menghargai dan saling menolong untuk sesamanya cukuplah besar, niat masyarakat Surabaya dalam menjalankan ibadahnya, hal ini bisa dilihat bangunan
Masjid Agung Surabaya bersebelahan dengan salah satu
gereja besar di kota ini.
Di kota ini juga berdiri
Gereja Bethany yang merupakan salah satu gereja terbesar di
Indonesia. Tidak hanya itu saja banyaknya yayasan-yayasan sosial yang berazaskan agama juga banyak, mereka bekerja sama dalam kegiatan bakti sosial. Bahkan ada satu wadah Kerukunan Umat Beragama di Surabaya yang sering Exist dalam menyikapi suatu problem sosial manusia agar tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang akan merusak persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia pada umumnya serta masyarakat Jawa Timur khususnya.
Agama lainnya adalah Yahudi & bahkan terdapat sebuah synagoga (tempat ibadah Yahudi) di jalan kaayon, dekat stasiun gubeng. Umumnya mereka adalah imigran Yahudi dari Baghdad & Yahudi asal Belanda. Ini semakin di perjelas dengan adanya makam khusus orang Yahudi di daerah kembang kuning, surabaya
Bahasa
Surabaya memiliki
dialek khas
Bahasa Jawa yang dikenal dengan
Boso Suroboyoan. Dialek ini dituturkan di daerah Surabaya dan sekitarnya, dan memiliki pengaruh di bagian timur Provinsi Jawa Timur. Dialek ini dikenal egaliter, blak-blakan, dan tidak mengenal ragam tingkatan bahasa seperti Bahasa Jawa standar pada umumnya. Masyarakat Surabaya dikenal cukup
fanatik dan
bangga terhadap bahasanya. Tetapi oleh peradaban yang sudah maju dan banyaknya pendatang yang datang ke Surabaya yang telah mencampuradukkan bahasa Suroboyo, Jawa Ngoko dan Madura, bahasa asli Suroboyo sudah punah. Contoh Njegog:Belok, Ndherok:Berhenti, Gog:Paklek/Om, Maklik:Bulek/tante.
Perekonomian

Kawasan pusat bisnis di Jalan Basuki Rahmat (Tunjungan).
Sebagai kota metropolitan, Surabaya menjadi pusat kegiatan perekonomian di daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Sebagian besar penduduknya bergerak dalam bidang jasa, industri, dan perdagangan. Banyak perusahaan besar yang berkantor pusat di Surabaya, seperti
PT Sampoerna Tbk, Maspion, Wing’s Group, Unilever, Pakuwon Group, Jawa Pos Group dan
PT PAL. Pusat perkantoran dan highrise building (CBD) berada di sekitar Jalan Tunjungan, Basuki Rahmad, Darmo, Mayjen Sungkono, HR. Muhammad dan Ahmad Yani. Kawasan industri di Surabaya di antaranya
Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), Karangpilang dan Margomulyo.
Dewasa ini terdapat belasan mal-mal besar dan puluhan supermarket besar. Pusat perbelanjaan modern ternama di antaranya: Ciputra World,
Tunjungan Plaza,
Pakuwon Trade Center dan Supermall Pakuwon Indah (satu gedung),Len Marc,Pakuwon City (Laguna), Mal Galaxy,
Golden City Mall, Bubutan Junction (BG Junction), Royal Plaza, City of Tomorrow (CiTo), Surabaya Town Square (Sutos), Hi Tech Mall, Grand City Mall, Maspion Square, MEX Building, Pasar Atum Mall, ITC Surabaya, Plaza Marina (dahulu Sinar Fontana), dan
Plasa Surabaya yang oleh masyarakat Surabaya lebih dikenal dengan Delta Plaza, serta Empire Palace, yang merupakan wedding mall pertama di Indonesia. Sedangkan pusat perbelanjaan tradisional ternama di antaranya Pasar Turi, Pasar Atom,Kapas Krampung Plaza dan Darmo Trade Center (DTC) yang dahulunya adalah Pasar Wonokromo.
Budaya
Surabaya dikenal memiliki kesenian khas:
- Ludruk, adalah seni pertunjukan drama yang menceritakan kehidupan rakyat sehari-hari.
- Tari Remo, adalah tarian selamat datang yang umumnya dipersembahkan untuk tamu istimewa
- Kidungan, adalah pantun yang dilagukan, dan mengandung unsur humor
Selain kesenian khas di atas, budaya panggilan arek (sebutan khas Surabaya) diterjemahkan sebagai Cak untuk laki-laki dan Ning untuk wanita. Sebagai upaya untuk melestarikan budaya, setiap satu tahun sekali diadakan pemilihan Cak & Ning Surabaya. Cak & Ning Surabaya dan para finalis terpilih merupakan duta wisata dan ikon generasi muda kota Surabaya.
Setiap setahun sekali diadakan
Festival Cak Durasim (FCD), yakni sebuah festival seni untuk melestarikan budaya Surabaya dan Jawa Timur pada umumnya. Festival Cak Durasim ini biasanya diadakan di Gedung Cak Durasim, Surabaya. Selain itu ada juga Festival Seni Surabaya (FSS) yang mengangkat segala macam bentuk kesenian misalnya teater, tari, musik, seminar sastra, pameran lukisan. Pengisi acara biasanya selain dari kelompok seni di Surabaya juga berasal dari luar Surabaya. Diramaikan pula pemutaran film layar tancap, pameran kaos oblong dan lain sebagainya. diadakan setiap satu tahun sekali di bulan Juni bertempat di Balai Pemuda.
Lingkungan
Taman
Surabaya merupakan salah satu kota terbersih di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dengan adanya taman-taman kota yang rindang di hampir setiap sudut kota yang dilengkapi dengan air mancur yang indah. Taman kota di Surabaya di antaranya Taman Mundu, Taman Bungkul, Taman Undaan, Taman Surya, Taman Pelangi, Taman Jayengrono dan sebagainya.
Penghargaan
Surabaya sangat berprestasi dalam bidang lingkungan. Kota ini meraih tiga kali piala adipura yaitu tahun 2011, 2012, dan 2013 kategori kota metropolitan. Surabaya juga pernah meraih penghargaan “kota terbaik partisipasinya se-Asia Pasifik” oleh Citynet atas keberhasilan dan partisipasi warganya dalam mengelola lingkungan. Namun, terlepas dari itu, tidak sedikit kawasan di Surabaya yang masih terlihat kumuh, terutama di daerah Surabaya Selatan dan Surabaya Utara. Hal ini menjadi perhatian pemerintah kota untuk menata kembali lingkungan kawasan tersebut.